Posts

Showing posts from October, 2017

tentang PANDA

Image
Hari ini Kidung Kinan mengisi pagi seperti biasa, belajar di dapur sembari saya memasak. Mereka sedang 'berdiskusi' mengenai sebuah gambar di hape emak. Gambar Panda dengan tulisan 'cute' Keduanya berdebat tentang nama Panda itu sendiri. Kidung mengatakan, Panda itu terdiri dari huruf C-U-T-E sesuai dengan apa yang tertulis di bawah gambar panda itu. Sementara Kinan berpendapat bahwa itu bukan huruf yang tepat untuk menulis kata P-A-N-D-A tetapi dia sendiri belum mengerti bagaimana menulis PANDA dengan benar.. Lucu ya? :D Bisa dibayangkan dong betapa ramainya 'diskusi' itu. Lebih meletup-letup dibanding ikan mujaer yang sedang emak goreng. Lha masing-masing tetap berpegang pada pendapatnya sendiri-sendiri. Lalu ketika 'diskusi' sudah di titik jenuhnya, mereka serempak menoleh pada Emak. 'Jadi bener sing endi, Buk?' Nah, kan... Emak selalu 'dipaksa' jadi hakim :D Jadi mulailah Emak menulis besar-besar kata P-A-N-D-A dan men

sebuah nama, sebuah cerita

Image
 "Do you ever feel like you have forgotten her, not because you wanted too, but because you got distracted by other things, but then you remembered her? I remember her, but I have forgotten a lot." Sebuah pertanyaan yang saya baca saat iseng blogwalking kemarin. Pertanyaan seorang bocah 9 tahun yang kehilangan kakak perempuannya. Dia bertanya pada ibunya tentang kenangan yang makin menipis, tentang suara yang makin menghablur, tentang rindu yang entah pada bentuknya yang seperti apa. Sebuah kenangan manis tentang kebersamaan, kebahagiaan yang mendiang bawa dalam hidup. Lalu tetiba semuanya menguap seiring waktu.. Saya juga ibu yang kehilangan putri cantik justru saat dia dilahirkan. Tak ada ingatan fotografis, apalagi suara. Tak ada kenangan apapun yang tertinggal kecuali beberapa tulisan tentang kehamilannya yang tersebar disana-sini. Diary, FB, dan pernah saya tulis disini juga. Baca disini Hanya sebuah nama yang menandai kelahirannya, Kalinda Kanaputri. Kalinda dalam bahas

kepada Nduk

Image
"Manut" dan "Rukun" Betapa dua kata ini yang kami tekankan pada Kidung dan Kinanthi . Dua bidadari mungil yang sekarang sedang terlelap dengan pulasnya. Bagi saya, manut adalah sebuah kemutlakan. Pada Orang Tua, pada yang lebih berilmu, dan tentu saja pada Tuhan. Rukun , pada saudara, pada keluarga, teman, lingkungan, alam juga sebuah keharusan dalam hidup mereka. Dua hal ini yang bagi saya menjadi landasan penting bagi perkembangan jiwa dan mental yang baik, setidaknya menurut pengalaman parenting saya yang masih seupil secuil.. Pengalaman sebagai anak, mengajarkan saya untuk menjunjung tinggi 'manut' dan 'rukun' itu. Apa guna ilmu tinggi hingga sundul langit jika hanya membuat manusia menjadi kelewat batas. Sombong menggunung dan ketaatannya bergeser hingga minus. Sudah sifat manusia untuk pongah kala merasa bisa dan melebihi orang lain bahkan orang tuanya sendiri. Pun tanpa rukun, apa yang bisa diharap dari bergelimangnya harta jika

hikayat

Image
Mama terengah-engah mengisahkan cerita favoritnya, tentang sesal di ranjang ajal. Dalam hati aku jadi bertanya-tanya, apakah dia sedang berkisah tentang dirinya sendiri. Begini cerita Mama : “Nenek tua sakit keras, terbaring di ranjang. Cucunya sabar menjaga. Si Nenek gelisah. Kepalanya tak henti menoleh ke kiri ke kanan. Dia tak siap menyambut Sang Maut. Air mata menetes melintasi pipinya yang sudah kempot. Dia bercerita, itu hari bahagia, dia masih muda, diundang ke pesta meriah orang kaya di kampung, dia tak pernah lihat kemewahan seperti itu. Pilar-pilar emas. Ayam panggang. Babi guling. Anggur merah. Tetamu berjubah sutra bersulam benang berkilau.’ ‘Bukannya bagus? Mengapa Nenek sedih?’ tanya cucunya. ‘Kalau ingat, aku jadi marah. Ada satu bola daging begitu lezat tersisa di piring besar di atas meja panjang. Aku tak sempat memakannya.’ ‘Kenapa tidak sempat? Kalau ingin makan kan tinggal disumpit saja.’ ‘Di  sumpitku sudah ada bola daging lain.’ ‘Gampang. Yang disu

untukmu?

Don't You Remember by Adele When will I see you again? You left with no goodbye, not a single word was said No final kiss to seal anything I had no idea of the state we were in I know I have a fickle heart and a bitterness And a wandering eye, and a heaviness in my head But don't you remember, don't you remember? The reason you loved me before, Baby please remember me once more When was the last time you thought of me? Or have you completely erased me from your memories? I often think about where I went wrong The more I do, the less I know But I know I have a fickle heart and a bitterness And a wandering eye, and a heaviness in my head But don't you remember, don't you remember? The reason you loved me before Baby please remember me once more     Oh, I gave you the space so you could breathe I kept my distance so you would be free In hope that you find the missing piece To bring you back to me Why don't you remember, don't you remember? The reason you loved

racauan

Image
Ada kalanya kita memang dipaksa untuk menyadari. Bahwa yang kita perlu hanya menjalani. Sekedar menjalani apa-apa saja peran dalam hidup ini. Sebagai ibu dengan segala kerepotannya memanajeri ini itu, dengan anak-anak yang mendadak tumbuh besar lalu sibuk bertanya ini itu setiap waktu, dan kita gagap karenanya. Sebagai anak dengan segala ketakutannya pada kebersamaan dengan orangtua yang mungkin tak akan lama lagi sementara kita belum mampu berbuat lebih untuk mereka. Sebagai istri dengan kecemasannya pada masa depan bersama keluarga kecilnya, bersama lelaki yang kadang jadi sulit dimengerti. Sebagai saudara, adik, kakak dengan berbagai masalah dan kegembiraan yang menyertai, yang kerapkali dibikin mumet dengan ulah-ulah ajaib mereka, atau kadang terkagum dengan pilihan yang mereka ambil. Seringkali kita dibuat pusing dengan begitu banyak peran dalam hidup. Belum lagi ketika dituntut juga untuk menjadi teman, sahabat, atau lebih dalam, sebagai Hamba. Tetapi sebagaimana kesadaran untu

Backward

well, spt perbincangan beberapa waktu lalu... kiranya kehidupan adalah drama yang semua plot dan alur cerita telah ditetapkan. kita tak pernah bisa memilih menjadi apa dan siapa. dan tak pernah bisa kembali ke babak awal ketika cerita telah digulirkan... namun indahnya drama ini, kita berhak penuh untuk menjalani karakter kita sesuai dengan usaha kita sendiri... hanya perjuangan kita yang bisa mengubah peran yang mungkin kurang diminati, menjadi sesuatu yang mengagumkan. tak perduli peran kita sebagai buruh, kuli bangunan, tukang sapu, atau manajer sekalipun, hanya kita yang bisa membuatnya menjadi lebih "baik"... seperti tagline sebuah iklan mungkin, 'do it with style'. ga menyerah dan menerima begitu saja naskah yang diamanatkan pada kita, tapi menambahinya dengan beberapa sentuhan hingga kita bisa sedikit berbangga dengan usaha kita sendiri. :) bukan diukur dari apa dan siapa, tapi bagaimana kita menjadi "seseorang" Tahu siapa yang nulis dia
Image
Bukan kehilangan yang membuatku menangis Tetapi kebodohan yang tak pernah bisa belajar dari alam bahwa tak ada satupun yang pasti kita miliki Harusnya dari perjalanan nulis blog inipun bisa dilihat pola 'kehilangan'. Berapa kali harus kehilangan laptop, PC hingga notebook dan hp :D Bener, satu-satunya alasan blog ini vakum hanyalah urusan menghilangnya 'alat-alat' perang itu demi menyambung hidup. Hahaha... Lalu, hampir 10 tahun baru bisa dsambung lagi, dan sudah terlalu banyak perubahan yang terjadi. Tapi tak apa. Saya lebih memilih menulis disini yang jauh lebih 'hening' dibanding di FB. Banyak ide, komentar saling bersliweran, bersahutan kadang tanpa batas. Bikin pening, ikut lupa juga pada batasan... So I'm back... sekedar menulis ngasal cenderung curcol :D

Ndleming

Seringkali, dalam hidup kita dipaksa masuk pada keadaan dimana tak ada satupun orang yang mampu memahami apa maksud kita. Baik pikiran maupun tindakan. Kadang, serasa berjuang sendiri meski banyak orang lalu lalang, bicara ngalor ngidul di depan kita. Atau justru mereka mengaku sebagai saudara, teman, karib, bahkan pasangan hidup. Ini keadaan yang sulit untuk dipahami kecuali oleh diri sendiri. Dan tak ada jalan lain selain menuntaskannya sendiri. Maka dari dulu saya bertanya, apa harapanmu saat bertemu dengan pendamping hidup? Menjadi bahagia bersama? Menua bersama? Menyatukan visi dan misi? Untuk apa? Sedangkan kita paham bahwa pernikahan, atau sekedar pertemuan dibalut keakraban badan adalah bukan menyatukan, justru mempertemukan dua jiwa dengan akal, pikiran, visi, misi, dan masa lalu yang jelas berbeda. Bahkan mungkin tujuan hidup yang berbeda.  Lalu, apakah memang kebahagiaan hanya bisa dicapai dengan bersama orang yang jadi pasangan kita? Padahal kita tahu, bahagia adalah