going home??

Hmmm… masih sama…
Kursi besar itu, meja itu, masih saja tak meninggalkan jejak karena memang tak pernah beranjak. Semuanya diam di tempatnya, kecuali aku, yang pernah berlari menjauh... mencari bahagia alasanku...

Namun pada akhirnya aku kembali. Disini. Menyesap lagi hangat aroma tanah yang tercampur rintik hujan... memandang mesra lagi pada kabut yang bergelayut tipis diantara rimbunnya pepohonan...
this is home...
Rumah inilah yang pernah aku sesali hingga berani aku tinggalkan. Kini aku kembali... just because this is home... tak ada tempat kembali yang lebih baik dari sebuah rumah...isn’t it? ;)

Dan segalanya tak pernah berubah. Dari balik jendela besar di ruang tengah itu aku masih saja bisa memandang danau yang berkilau tertimpa sinar mentari. Aku masih juga bisa menikmati bau kayu bakar dalam tungku perapian... lalu menelusuri sebuah buku tua, ditemani alunan Enya ataupun instrumental lawas dari piringan hitam tua di sudut kanan perapian, dan juga secangkir coklat hangat, itu semua yang selalu aku kerjakan kala senja diam-diam beranjak memanggil sang rembulan... dan aku berniat melakukannya sekali lagi hari ini...

Ritual itu hampir kukerjakan ketika tiba2 saja aku mendengar bisikan halus tepat di belakang telinga kananku...

”nduk...”

Refleks aku menoleh, dan terpaku pada sosok yang membuatku tercengang dan spontan berkata...

”Mbah...”

Aku memeluknya erat. Dia menyambutku. Begitu lama rasanya waktu memisahkan kami...
Mataku menghangat oleh butiran air yang tak bisa kubendung lagi...

”Maafin nduk, Mbah... maaf... maaf hari itu aku tak bisa menepati janji dan pulang menemuimu... maaf...”
suaraku melirih diantara isakan yang membuatnya terdengar seperti rangkaian gumaman...

Dia tetap memelukku, mengangguk perlahan, tangannya membelai rambutku. Aahhh... kebiasaan itu yang selalu kurindu. Tangannya selalu begitu setiap memelukku dalam pangkuannya, mengusap kepala perlahan, lalu memijat pundak dan kakiku seraya bersenandung riang... tapi kali ini dia hanya diam, tanpa nyanyian...

”mbah.. maafin aku...” sekali lagi aku merengek meminta penegasan.
entah dimana semua pikiran dewasa itu hilang. Aku berubah menjadi sosok gadis kecil yang merengek2 dipangkuan orang tersayang, berharap masa berhenti dan membuatku tetap berada dipelukannya...
Dia hanya mengangguk... nadanya seakan berkata, ”Iya aku memaafkanmu...”

”Bilang sendiri, mbah. Bilang, jangan mengangguk saja. Hari ini aku akan menebus kesalahanku. Kita akan berdua disini, menikmati coklat hangat dan bulan purnama. Ya, aku akan meletakkan dulu bukuku, dan siap mendengarkan ceritamu. Tapi musik itu biarkan saja mengalun ya, mbah. Aku tau kamu juga menyukainya... hari ini, aku ingin selalu dipelukmu hingga kita berdua tertidur. Sama persis seperti yang selalu kau ceritakan dulu kepadaku. Saat aku bayi dan kamu selalu setia menemani malamku... hari ini boleh kan kita mengulang masa itu lagi? Meski tentu saja tubuhku tak lagi sekecil dulu...”

Dia tetap tenang, seakan tak terganggu dengan celoteh panjangku. Namun matanya menjawabku, juga anggukannya itu memberiku sebuah pengertian, dia juga merindukanku
Tangan tuanya itu meraih kaki kananku. Gerakan halusnya memijat lutut hingga mata kaki. Aku mengaduh lirih, luka itu masih belum mengering... namun aku tak membiarkan tangannya berhenti. Teruskan.. aku sangat menyukainya... aku selalu merindukan sentuhannya...
Pijatan itu membuat kakiku yang berdenyut semenjak aku sampai dirumah ini berhenti. Berganti dengan perasaan hangat dan kantuk yang mulai menyerang...terasa nyaman...
Sesaat, sebelum mataku benar2 terpejam, aku berkata...

”Mbah... aku mencintaimu... aku sangat membutuhkanmu...”

Diantara sadar dan tidak, kulihat dia menggeleng, serta lirih kudengar mbah berbisik ...

”Bangun, nduk..bangun. jangan tidur...jangan disini”
Dan kakiku terlepas dari tangannya. Membuat segala rasa sakit yang sempat menghilang beberapa saat itu kembali menghujam. Bagai ditikam ratusan anak panah dan tak sanggup kugerakkan sama sekali.

Lalu kepalaku terasa berputar... sesaat keadaan menjadi begitu kacau, semua benda berputar bersamaku...

Hingga aku bersusah payah membuka mata dengan nafas memburu, yang kulihat hanya tirai putih disebelahku. Buku yang berserakan dimeja bercampur dengan gelas air minum, bolpoin, sekantong besar obat2an...bunga mawar kecil dalam vas kaca, botol air mineral, kacamata, dan beberapa ikatan bunga serta kartu2 menggantung di tangkainya bertuliskan, ’semoga cepat sembuh’...
belum sadar benar, aku mendengar seseorang disampingku berkata, ”Sudah bangun?”

hampir saja meleleh butiran hangat itu di pipiku, sebelum buru2 kuseka dengan punggung tanganku... Tuhan... terimakasih untuk mimpi itu... terimakasih untuk kesempatan yang begitu berharga untuk meminta maafnya... Damaikan hatinya bersamaMu, disisiMu... aku... pasti sembuh :)
kurasakan kaki kananku mulai bisa bergerak... dan dingin yang sedari pagi menusuk2 telapak kakiku lenyap... kaki kananku menghangat...

Comments

Popular posts from this blog

this is how I disappear

gerhana matahari

Ndleming