dream comes true @ gajayana

Pertandingan amal kemaren memang menyisakan kekalahan bagi tim arema klasik. Hanya satu gol yang berhasil dilesakkan ke gawang timnas klasik oleh seorang Singgih Pitono. Namun moment kemaren adalah bukan soal kemenangan atau kekalahan bagi saya. Lalu tentang apa?

Nama2 apalagi tehnik permainan para pejuang lapangan hijau itu memang sangat asing bagi saya. Tetapi semangat kekeluargaan di dalam stadion sangat kental mewarnai, bahkan untuk saya, yang baru pertama kali datang langsung ke Gajayana. Baru pertama kali menyaksikan ratusan aremania bernyanyi dan bergoyang dibawah panduan Sam Yulez dan El Kepet. Baru pertama kali merasakan atmosfer yang sangat berbeda, beyond my imagination.... jadi ingat omongan mas Cahyo, sedikit mengerti tentang apa yang dia rasakan, juga nawak2 yang aktif tandang ke stadion... serasa ada ruh yang tiba2 saja menggerakkan tubuh untuk terus bersemangat mendukung tim kesayangan... saya sempat merasakan itu, sempat ngiler dengan teman2 yang berada di tribun bawah papan skor (salah satunya Lila, adek kelas n teman di facebook yang sempat saya sms). Wish me were there... tapi lalu ingat kepercayaan Ebez yang tadinya melarang, akhirnya malah mendukung kepergian saya ke stadion (*lebay mode on*), malah merasa bersalah karena tak bisa menyertai saya akibat badannya yang kurang sehat (Bukan karena mereka tidak saya percayai bisa menjadi teman yang baik, tapi kaki saya sendiri butuh tempat lebih luas, dan harus terus selonjor atau saya gerakkan pelan dengan bebasnya. Di bangku itu, saya lebih merasa aman)

”Wes ndang budhal. Tapi ga usah polah2 ndek kono. Kalo kakine terasa sakit, langsung ngalup. Lek ono sing ngganggu, langsung nang masmu. Opo jak’en moleh ae, tak kek’ane es degan cek ga ngganggu2 maneh.”

Huehehehe... ebez yang aneh... dan saya ostosmastis menyambar jaket arema (aahh...akhirnya bisa saya pakai lagi setelah hampir 2 tahun tergolek pasrah di almari yang tertutup rapat), pasang sepatu (ini syarat dari ibu, biar kaki saya aman katanya. Ada banyak syarat lain lagi sebetulnya, seperti sms kalo sudah sampe disana, kirim kabar kalo sudah duduk dengan aman, yang akhirnya disambut ketawa ketika saya meminta ibu sekalian menyiapkan bekal makan malam plus uang saku, ransel berisi handuk dan peralatan mandi, pakaian bersih, kaos kaki, lampu emergency, obat2an, obat anti nyamuk, tenda, kopor, deelel... aaiihhh.. sejak kapan ya ibu jadi segitu perhatiannya. Huehehe – ”kate ndelok bal2an tah kemping dua minggu, nduk..nduk...” kata ibuk. ”Menisan ngunu maksudku”. Jawabku sambil nyengir2), ambil STNK dengan agak nervous (hwwaaaa... saya diijinkan bawa motor!!!), nyelemur2in dudu bentar karna ngotot pengen ikut (pengen juga bawa kamu kesana, Le...), meyakinkan ibu sebentar, boleh atau tidak saya berangkat. Beliau mengangguk, dan wajahnya terlihat rela (trust me, mom.. gonna be fine..) meluncurlah saya dan kupret, sepupu saya, ber blade2 ria di jalanan (suer, kecepatan normal kok.. biasa aja. 300 km/jam saja.. hwahahaha... kidding2. Saya juga tau diri dengan tidak memancing perhatian pak silup... bisa kandas impian saya kalo ditanya soal SIM (duwh, pak. Beneran deh. Bulan depan saya urus...:D. Don’t try this at home loh ya... contoh yang buruk :P)

Dan akhirnya saya terdampar di tribun VIP itu, memilih duduk dekat dengan pintu keluar para pemain timnas coz di sisi lain yang dekat dengan pintu keluar pemain Arema Klasik sudah terlalu penuh. Wajarlah, baru bisa berangkat jam setengah 4 lebih dari rumah, dan baru sampai ketika pertandingan pertama antara Pemda dan Gunja FC hampir berakhir.



Aiihhh.. benar2 katrok mode on wes. Meski cuma bisa duduk manis ngeman2 kaki saya, tapi saya yakin, tepuk tangan dan rasa ini tak jauh beda dengan mereka2 yang berada di tribun bawah papan skor... :D

Bagi saya moment kemaren terasa seperti museum hidup, tempat dimana saya belajar banyak tentang arema khususnya secara live, dan membuat rasa cinta yang makin menggebu. Kesempatan langka yang membuat saya bisa bertemu dan melihat aksi tokoh2 penting dalam sejarah terbentuknya arema dan aremania. Saya juga belajar untuk memiliki ’hati’. Jelas, diantara sibuknya jadwal beliau2, apalagi yang membuat charity match ini terlaksana kalau bukan ’hati’.
Pertandingan kemaren serasa menjadi ajang reuni bagi para ’legend’. Kilas balik sejarah arema FC, pemain2 dan para pendukung tim, para dedengkot Arema dan aremania... semuanya berkumpul menjadi satu, berbaur dengan generasi2 dibawah mereka. Hari itu saya serasa dibawa kembali pada semangat2 perjuangan Arema dan aremania era galatama. Beberapa pemain terlihat sedikit ’susah’ untuk berlari karena usia dan tubuh yang tidak lagi proporsional karena mungkin telah menekuni profesi lain. Beberapa juga masih dengan semangatnya mengejar bola. Skil2 permainan khas masing2 mereka juga masih bisa dipertontonkan... Great game ever. Semangat yang ga pernah surut dari para pemain, terlebih dengan dukungan suara seorang Ovan Tobing, gerakan arek2 dibawah panduan sam Yulez dan El Kepet (meskipun mereka akhirnya ’kukut’ lebih awal sebelum babak kedua selesai). Saya merasa beruntung bisa berada dan belajar di tengah2 mereka.

Belum lagi kejutan di akhir pertandingan. Saat turun melintasi lapangan, berniat memfoto lapangan hijau itu saat game sudah selesai, malah membuat saya bertemu dengan Singgih Pitono. Dengan ramahnya beliau bertanya, ”mw foto ya? Asalnya dari mana?” lalu dengan bersahabatnya menjabat tangan saya. Me? Fiiuuuuhhhhh.... rasanya bener2 ga bisa diungkapkan dengan kata2. Menjadi salah satu moment terbaik dalam hidup saya....hwaaaa...thx God.... (saking nervousnya posisi saya jadi ga fokus ke kamera..hiks..hiks...). Ketika mengucapkan terimakasih, senyumnya makin melebar, dan bilang ”tetap dukung arema ya...”
hiyaaaaa... ”oce, boz! Pasti..!!!” jawab saya mantap plus anggukan. Ga sadar kalo mas dan calon mbak ipar melihat saya dari tempat duduknya. ”Hehehe... suer aku mek niat foto2 stadion tok, mas. Bentar lagi ngalup” Mas cuma nyengir.



Dirumah, sambil menyaksikan laga Catania vs Milan, Ebez, minta ’catatan perjalanan’ saya... huehehe... seru banged. Saya cuma sebutin gaya permainan dan postur tubuh seorang pemaen saja, ebez sudah bisa menebak namanya. Membenarkan, mengkoreksi nama2 pemain yang saya ceritakan, kilas balik sejarah pemain2 itu. Pas Mas dateng, pembicaraan makin seru. Dia lalu cerita kalo saya sempat foto2an dengan Singgih Pitono. Ebez melihat hape saya,
”Guayamu, Lin...” kata ebez, ketawa sambil ngusap2 kepala saya.. aku bales dengan pelukan di perutnya yang guendut pol. hehehe... akhir2 ini saya menikmati sekali menjadi anak manja :D

Jelas, yang bisa saya ucapkan hanya hamdalah. Atas kaki saya yang semakin membaik hingga bisa datang ke gajayana. Ucapan terimakasih buat Kupret alias Esti, sepupu saya yang bisa meyakinkan semuanya bahwa kita pasti baik2 saja di stadion dan jalanan, juga buat kerelaanmu mengambil beberapa gambar yang ga bisa saya ambil sendiri. Atas kepercayaan penuh dari Ebez yang semula benar2 tak merelakan saya pergi, apalagi sendiri ke stadion. Saya memang bandel, Bez. Tapi saya tak akan mengecewakan dan menodai kepercayaanmu. Saya pergi hanya untuk membuktikan bahwa keyakinan saya satu jiwa dengan aremania tak pernah salah. Hanya kebebasan, sekali lagi kebebasan untuk mencintai apa yang saya yakini itu yang saya butuhkan. Saya akan tetap menjadi anak perempuanmu yang tahu kodratnya insya Allah. Thx for that moment, God. Thx... :) mimpi sayapun terwujud sudah...

Comments

  1. good moments
    good charity
    osine ayas moco tok ..tapi kolem ngenes ...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

this is how I disappear

gerhana matahari

Ndleming