GO GREEN FROM OUR SELF FIRST


Well, sebelum terlalu jauh, tulisan ini tercipta sebagai latihan awal membiasakan diri menulis lagi, setelah begitu lama menenggelamkan diri dalam runitinas tanpa henti. Idenya? Adalah dari puluhan imel dan pesan yang masuk ke inbox yahoo or facebook, ditambah dengan kejenuhan membaca semua itu...
Anda bosan membaca ini? Gampang saja, jangan teruskan membaca :)

Bukan menjadi hal yang wah lagi bila membicarakan global warming. Es-es di kutub utara mencair, pembuangan akhir menjadi masalah terberat kota-kota besar, sampah2 plastik yang makin tak terkendali, pohon2 yang makin kehilangan lahan, cuaca yang cepat sekali berubah tanpa mengenal musim, bahan bakar alami makin menipis, dan sederet permasalahan lain global warming itu semakin marak saja dibicarakan. Dan hasilnya, puluhan imel itupun nyasar dengan manis di inbox yang akhir2 ini jadi jarang kutengok dengan satu alasan, ya itu tadi, banyak imel ga penting. Isinya menyuarakan penghematan ini itu, isinya himbauan penghijauan, isinya pengetahuan tentang daur ulang, tapi... berapa persen dari orang2 yang menerima imel itu, atau bahkan pengirimnya sendiri yang melakukan aksi sadar lingkungan padahal mereka mengerti tentang hal itu? Apa yang bisa kita lakukan hanya melulu dengan berkirim imel tentang sadar lingkungan? *tanya kenapa*

Yang penting dari semua itu adalah AKSI...

Kita bukan pembaca berita yang hanya bisa membaca skrip tanpa merasa perlu harus melakukan sesuatu, yang harus jaga penampilan di kamera, yang kadang tidak mengerti materi yang dibicarakan. Kita, adalah orang2 biasa yang akan menjadi pribadi luar biasa jika bisa menyikapi semua info2 sadar lingkungan dengan satu tindakan, AKSI...

Sedikit cerita. Rumah saya diMalang masuk dalam kawasan padat penduduk. Jangan harap jika saya menyebut halaman rumah, dan anda membayangkan ada lahan tanah dengan banyak pohon seperti yang biasa saya imajikan saat SD dulu. Halaman rumah saya adalah jalanan aspal yang tiap harinya dilalui ratusan ‘kuda besi’ beroda 2 dan empat, tanpa kenal waktu. Yang membatasi rumah dan jalanan itu bukan pekarangan, tapi sebuah got kecil yang menyambungkan rumah2 di lingkungan saya dengan kali kecil disamping rumah (kali itu juga sudah ditutup bagian atasnya, menjadi sebuah gang kecil yang jika anda mau masuk lebih dalam, akan menemukan banyak rumah mewah didalamnya..hmmm)
Intinya, tidak ada sedikitpun lahan untuk memberi sedikit sentuhan hijau dan segar dari kekuatan alami bumi, bunga dan tanaman.

Tapi bukan keluarga Salim namanya kalo ga punya ide lain. Hehehe...
Rumah kami tingkat dua, dan belum selesai drenovasi karena masalah dana (hiii.. jadi curhat :D ). Tingkat bawah dipakai sebagai warung yang menyatu dengan ruang TV, lalu kamar Dudu’s Family, dapur, dan kamar mandi. Tingkat atas, ada dua sekat yang menandai dua buah kamar, satu untuk mas, dan satu untuk Bapak Ibu. Selebihnya, adalah ruang bagi bunga dan pohon2 kecil serta tanaman hijau lain untuk melakukan tugasnya, menyumbang O2 dan menyegarkan mata semua yang memandangnya. Kebanyakan adalah adenium, lalu dua gelombang cinta, mawar, melati, pohon jambu hasil stek, jeruk nipis, cocor bebek, chrysanthium, kuping gajah, bougenville, dan puluhan tanaman2 kecil yang saya gak tau namanya. Semuanya ada dalam pot tanah dan plastik, ada juga yang digantung atau ditempel didinding. Ditambah dengan hadirnya beberapa pasang burung kenari kuning, satu burung perkutut, kami menyebut teras atas itu sebagai ‘kebun gantung’. Dan di ‘kebun’ kecil kami inilah biasane saya menenangkan diri kalo lagi suntuk (tapi jarang2 yoh suntuk dirumah, wong pulang aja paling banyak 2 minggu sekali, kalo diitung, cuma sehari penuh. Hehehe. Tempat nongkronglah pokoke,sambil liat orang di jalanan bawah lalu lalang, kebanyakan arek2 kuliah, brownies-brownies, alias brondong manies..khakahaakhaa)
Bapak, sebagai pengelola utama ‘kebun’ kami mengatakan, bahwa kegiatan ‘menghijaukan’ rumah ini tentu saja bukan sebagai upaya untuk mendapatkan penghargaan lingkungan hidup, atau berharap dia diangkat menjadi Menteri Lingkungan hidup seperti Pak Emil Salim (meski marga kami sama :D )
Tidak. Jangan berpikir terlalu jauh jika melakukan sesuatu katanya. Yang penting dalam beraksi adalah, pertama, bertujuan untuk menyenangkan diri sendiri. Lalu, lakukan secara konsisten dan tanggung jawab, hingga orang lain bisa melihat hasilnya dan syukur-syukur bisa ikut menikmati. Dengan begitu, akan lebih mudah menarik minat orang2 tersebut untuk melakukan hal yang sama. Bukan sesuatu yang bersifat magic jika pada kenyataannya, tetangga kanan kiri pun tertarik juga memakai lahan teras tingkat dua mereka sebagai ‘kawasan hijau’ yang sebelumnya dipakai sebagai lahan menjemur baju. Kami senang, mereka senang. Kebanyakan rumah di kampung saya sekarang, memiliki lahan hijau, baik diatas seperti rumah kami, atau didepan rumah dengan potisasi-potisasi yang dicat seragam dan diperbarui saat menyambut HUT RI. Belum maksimal benar memang, tetapi setidaknya dampak dari ‘penghijauan kecil’ itu telah terlihat di rumah kami. Menjadi jauh lebih asri dibanding sebelumnya, dan jadi pelindung yang menyegarkan hati dari terkaman cuaca yang tak kenal batas musim.

See... we did it. Aksi, AKSI itu yang lebih penting.

Dan hal ini ga terjadi di rumah Malang saja. Di Jakarta, rumah Mbah, yang jauh lebih kecil dan lebih kumuh dari lingkungan diMalang, almarhum Mbah juga melakukan hal yang sama. Teras di tingkat atas, beliau manfaatkan sebagai lahan hijau.
“Jakarta boleh panas, Nok (beliau selalu memanggil cucu perempuannya dengan sebutan Denok), Tapi rumah harus tetap adem, meski kecil, bagaimanapun caranya, sebisa mungkin masih ada tanaman yang kita rawat.” Itu prinsip alm. Mbah.
Yah, jakarta, malang, mungkin kini tak jauh beda lagi. 10 atau 15 tahun kedepan bukan tidak mungkin Malang menjadi sama ganasnya dengan jakarta jika sekarang kita tetap tidak perduli dengan lingkungan. Sadarilah, jika berbuat banyak tak bisa, maka berbuatlah sedikit, semampunya. Insya Allah, dengan yang sedikit dan terus menerus, akan menjadi banyak. Bukankah begitu yang hidup ajarkan pada kita?

Jika melawan arus modernisasi dengan mendirikan ruko2 di hampir semua kawasan itu tidak bisa kita cegah, kita bisa memulai menanam satu tanaman hijau di depan rumah. Setidaknya, kita selamatkan udara disekitar rumah kita terlebih dahulu, dengan melakukan hal yang kecil, dari kita sendiri terlebih dahulu.
Kita bukan penguasa yang bisa menggalakkan pemakaian kantong daur ulang sebagai pengganti kantong plastik secara besar-besaran, tetapi kita bisa memulai dari diri sendiri dengan membawa kantong plastik sendiri saat berbelanja. Aneh mungkin, tapi toh, seorang Dee Lestari juga melakukannya. Karena dia sadar, dengan tindakannya, dia bisa membantu dunia menghemat pemborosan kantong plastik untuk mewadahi barang belanjaannya. Dia juga menghemat tempat dan biaya untuk menghancurkan limbah2 plastik di tempat pembuangan akhir. Sadarkah anda, berapa banyak kantong2 plastik yang kita gunakan untuk mewadahi barang2 belanjaan itu setiap harinya, dikali berapa ribu dari anda yang berbelanja, dikali berapa sering anda berbelanja dan menggunakan kantong plastik yang baru? Jadi berapa pemborosan yang telah anda lakukan? Berapa penghematan yang bisa anda kembangkan dengan memakai ulang kantong plastik anda untuk berbelanja kembali?
Bukan hal yang lumrah, tetapi juga bukan hal yang mustahil untuk dilakukan. Saya dan teman2, juga ibu dan mbak telah melakukannya ketika belanja di pasar tradisional. Dikantong baju, selaen uang tentu saja, juga ada kantong plastik besar pakai ulang, dan itu membuat senang para pedagang. See, kita membantu orang lain, kita membantu lingkungan, kita membantu dunia mengatasi persoalan pembuangan akhir... paling tidak, kita bisa mengurangi pemakaian dari diri sendiri dulu. Meskipun tugas pedagang untuk menyediakan kantong belanjaan, tapi juga tugas dari kita untuk ikut peduli menjaga lingkungan, bukan? :)

BerAKSIlah dari sekarang, dari diri kita sendiri. Hal yang besar berawal dari sesuatu yang kecil. Tidak hanya terkotak pada seruan dan saran, tetapi lebih pada aksi dan teladan. Soal lahan? Maaf, bukan pamer. Tetapi keluarga kami telah membuktikan bukan? Bahwa tanpa berpijak langsung pada tanah, kebun kecil pun bisa tercipta (jadi ingat taman gantung Babylon..huehehe) dan kami juga telah sering ‘panen’ kecil2an dari jambu dan jeruk nipis stek itu, pesta ‘kebun’ :D

GO GREEN, GO FRESH!! :~

Comments

Popular posts from this blog

this is how I disappear

"Waktu"

Self Reminder