si black

aku menyebutnya black. Sepasang sandal hitam manis nan simple dan murah meriah. Yupz.. seingetku aku membelinya di sebuah swalayan lumayan gede di kampungku, dengan harga 10 ribu rupiah saja. Dan yang bikin heran, dia tetap bertahan bersamaku sekarang, setelah hampir 3 tahun umurnya...

Kug heran? He’eh. Dengan harga segitu, wajar misal di umurnya yang baru 3 bulan dia dah putus, atau aus, atau apalah ga bisa dipake lagi. Tapi ini mpe 3 tahun loh!!
Excited banged sayah

Dari kehadirannya diawal, saya bisa memaklumi kalo bapak, ibuk bilang :
sandal beginian lagi. Paling lama 2 minggu lagi beli lagi, nduk. Mbok sekali-kali beli yang awet gitu. Yang bermerk. Karpil ato nyekerman gitu. Atau yang feminim dikit. Lama-lama bapak bisa lupa kalo kamu anak perempuan bapak loh.

He’eh. Mbok beli yang awet. Sekali-kali manjain dirinya sendiri gitu.
Kata ibuk nambahi.

Yah, saya bukannya ga mau nuruti ‘nasehat dan saran’ bapak ibuk iu. Tapi lha wes kadung beli. Lagipula, saya belinya juga dengan pertimbangan penuh. Tentang apa yang saya yakini nyaman buat saya. Dan terpilihlah si black. Nyaman, simple, berwarna hitam, dan murah meriah. Type saya banged!! Ga menambah indah kaki saya yang memang warna dan bentuknya standart banged itu (mau bilang kakinya jelek kug isin :D) memang. Tapi saya nyaman

Soal awet? Bagi saya keawetan bukanlah harga yang menentukan. Apalagi merk. Awet itu dari perawatan si pemakai :D

Di ulang tahunnya yang ketiga minggu ini, saya jadi pengen sekali menunjukkan si black pada bapak ibuk. Bahwa dia masih eksis. Bahwa dia dengan segala ‘apa ada’nya itu masih melayani saya dengan sempurna, menjaga kaki tidak kepanasan saat matahari sedang garang2nya, dan membuat kaki saya ndak ngerasain becek saat hujan2 kaya gini. Saat banjir, dia pun bisa diandalkan. Pake saja tanpa perlu takut kotor. Toh cukup dibilas dengan aer kalo kena lumpur. Coba bayangkan andai sandal saya itu si high heels, ato si nyekerman seperti pilihan bapak, lak eman-eman tah dibuat berbanjir-banjir ria :D (alesan!!)

Tapi mau dibawa pulang dari bangil ke malang kug ya kesian. Bukannya apa-apa. Bisa2 dijadikan penghuni tong sampah ma ibuk yang memang hobi bersih-bersih (bersihin rumah dari barang ‘susuhan’) hehehe
Jadi keinginan itu saya urungkan. Saya memandangi saja sandal itu. Yang ga mengeluh kena hujan, ga mengeluh kena panas, ga mengeluh dipake kaki saya yang standart itu (lagi-lagi isin bilang kakinya jelek :D)

-yo mesti ae, sandal mosok iso ngumung toh...-
- tapi saya percaya dan biasa berinteraksi dengan benda apapun milik saya-
-kelainan jiwa?-
-mungkin. Saya tak pernah tau istilah medisnya apa. Saya hanya percaya, antara benda dan pemiliknya, harus ada hubungan timbal balik, simbiosis mutualisme, meski hanya sekedar ngobrol. Komunikasi harus berjalan-
-kamu sakit jiwa-
-mungkin, buktinya, saya bisa ngomong dengan kamu. Mbuh kamu itu siapa. Ga ada wujudnya-
-saya ini ya kamu-
-halah.. sudah. Saya mau lanjutin cerita tentang black lagi-
-kamu sayang banged sama dia. Terinspirasi oleh dia-
-memang. Mangkane. Minggiro...-


Dan begitulah si black. Si sandal hitam nan simple milik saya. Lama-lama saya heran juga, kug bisa mbela-mbelain dia sampe segitunya (pernah juga dateng ke acara pengajian resmi pake si black ini. Ga masalaaahhh... :D)

Mungkin itu yang namanya keyakinan? Bahwa black-lah yang bisa membuat fungsi sandal menjadi lebih baik. Sebagai penambah kepercayaan diri. Dan bagi saya, PD itu bisa didapat ketika saya nyaman memakai sesuatu. Tak perduli dia murah, dia biasa saja, dia dibilang ga pantes buat saya, dsb. Dan waktu yang bisa membuktikan keyakinan itu. Saya merasa benar memilihnya.
Mungkin umurnya tinggal beberapa bulan lagi. Mulai aus badannya. Tapi toh saya sudah melampaui batas yang diberikan bapak dan ibuk, dua minggu katanya :D
Ini 3 tahun haree, Bes...

Dan yang terjadi, semua keyakinan itu tak hanya untuk black. Tapi semua benda yang saya miliki. Buku, pakaian, sepatu, kacamata, henpon, sprei, tikar, semuanya... (bendaku ga bermutu blas yoh.. ganok laptop atau PDA-nya, atau BB :D )

Juga untuk keyakinan saya, berislam, beriman, dan berikhsan.

Juga untuk urusan hati dengan laki-laki itu. Yusrizal Helmi. Semoga keyakinan saya dan dia tak salah. Tentang rumah tangga itu (bukan rumah bertangga loh, tapi rumah bertetangga :D )
Meski jelas menuai banyak kontroversi diawal (hallaaahhh.. koyo artis ae). Tapi sekali lagi, buat saya, keawetan bukan pada harga atau pun merknya. Keawetan tergantung pada si pemilik untuk merawatnya
Semoga

Comments

Popular posts from this blog

this is how I disappear

gerhana matahari

Ndleming