"Waktu"
Tentang Waktu yang seringkali terlalu memaksaku untuk maju
itu, akupun masih samar tentang sosoknya. Atau rupanya. Atau kehadirannya. Aku
tak pernah tahu wujudnya, aromanya. Aku hanya bisa merasakan bahwa Waktu
mendekat, mendekap, kadang menguap masuk dalam tubuhku tanpa bisa kucegah. Aku
pernah melawannya di penghujung waktu. Kala batas gelap dan terang memuai. Kala
ayam jago bersiap senandungkan melodi kehidupan. Aku melawannya. Sendirian.
Tapi hingga hari ini aku paham bahwa Waktu masih terlalu
tangguh untuk kujadikan musuh. Berkali aku melawan, menangkis, menerjangnya,
Waktu tetap diam dalam ketenangan yang begitu memabukkan. Aku sering terlena
karenanya.
Aku masih saja mendengarkan Waktu berbisik. Memaksaku
melakukan ini itu yang jelas kurasa tak pernah berhubungan denganku. Aku benci
itu. Aku benci karena tak mampu menolaknya. Aku hampir selalu menuruti
keinginan Waktu. Bahkan saat dia berkata dengan lantang ‘bunuhlah dirimu’
setelah semalam sebelumnya Waktu mengakui bahwa dia menculik, Noy, si kembar
mayangku.
Aku melakukan itu dengan kesadaran Beta. Kau tahu ada 4
macam kondisi kesadaran manusia. Beta adalah saat dimana otakmu bekerja 13-25
frekuensi per detik. Dimana otak sadarmu dominan bekerja. Dimana itu hanya
terjadi saat kamu sedang berpidato, berpikir keras, atau sedang memecahkan
sebuah masalah.
Dan aku membunuh diriku sendiri dengan kondisi otak sadar
dan segar. Beta.
Aku mati setelah itu. Hingga hari dimana kamu membangunkanku
di kuburan mimpi yang sepi. Ajaib, aku masih bernafas. Dan tersenyum. Padamu.
Yang berkata bahwa kamu adalah utusan Waktu.
Jalang! Lagi-lagi aku hidup
hanya untuk berurusan dengan Waktu.
Nay,-
Comments
Post a Comment