menangkap memori
Kamu tahu apa yang paling menyenangkan dari perpisahan?
Ketika kita kembali pada ruang yang telah lama kita
tinggalkan. Lalu menemukan hal-hal remeh didalamnya. Yang pernah membuat kita
begitu lepas tertawa. Begitu merasa dicinta. Pada kasur yang baunya luar biasa
oleh ompol kanak-kanak. Pada bantal penguk milikmu yang malah enggan untuk
kujemur. Aku takut kehilangan baumu. Aroma yang pernah memenjarakan aku sekian
lama.
Aku bergeser pada meja makan. Yang dulu begitu kunikmati
berada disana bersama semua cinta. Segelas kopi, hitam dan putih. Dua gelas
susu kedelai milik malaikat terkasih. Setumpuk donat bersaput gula.
Semua bayangan itu kembali. Seperti masih terjadi hari ini.
Aku menikmati masa ini. Ketika aku merasa lagi untuk
dimengerti. Dipahami lagi dengan bahasa isyarat. Meski itu terjadi lewat
tangis. Tangismu. Juga pada kebiasaan malaikat yang ingin tidur dalam pelukmu.
Ohh, Sayang. Betapa aku akan mengingat hari-hari itu. Sebagai
bagian paling luarbiasa yang Tuhan pernah ciptakan untukku yang rapuh ini. Aku mungkin
akan berhenti menjadi kekasihmu. Tetapi aku tak akan berhenti menjadi seorang
Ibu. Begitupun kamu tak mungkin lelah menjadi seorang Bapak.
Aku jauh lebih mencintaimu dengan cara itu. Dengan cara
memandangmu sebagai Bapak yang akan terus berkarya. Dengan caramu sendiri, dan
bukan aku yang mengatur langkahmu.
Aku berharap kamu memahami. Caraku mencintaimu yang mungkin
lucu. Serupa lilin yang memaksa menerangi siang harimu, dengan cara membakar
dirinya sendiri. Tapi sungguh, hanya Tuhan yang tahu bahwa yang kulakukan bukan
sedang membencimu. Tetapi terlalu penuh rasa yang tak mungkin kubiarkan keruh
karena menggenang terlalu lama.
Dari sekian banyak buku yang kita bagi bersama selama ini. Aku
hanya akan mengambil buku resep masakanku yang kita beli di pameran buku dengan
harga sale. Juga Rectoverso. Buku terakhir ini terlalu menggambarkan perasaan
yang selama ini sulit diungkap. Dan aku akan berhenti membacanya. Kamu juga. Aku
akan menjauhkan itu dari hidupmu. Juga hidupku. Mengajakmu kembali pada
realita. Bahwa kita kini harus berperan sebagai Bapak dan Ibu. Bukan lagi anak
bawang yang jatuh cinta pada bumbu dapur. Atau kupu-kupu yang terus bertahan
pada cinta yang lucu. Cinta yang berpunggungan hanya untuk ingin ditatap.
Dan lihatlah candaan semesta yang makin tak lucu. Tiap channel
musik online yang kuputar, terus saja mengulang lagu yang sama. Yang dulu
pernah kita nyanyikan dengan gembira. Dibawah langit yang terus ingin
kupandangi dalam dekap pelukmu. Sial!
Aku matikan. Kuganti saja dengan lagu anak singkong. Dan dua malaikat itupun ikut bernyanyi.
'aku suka jaipong... kau suka disko..
aku suka singkong.. kau suka keju...
aku dambakan seorang gadis yang sederhana
aku ini hanya anak singkong...'
#desembermenghangat
Comments
Post a Comment