Dedikasi?

Dalam hidup, tentu saja masing-masing orang memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Seorang ibu, bapak, bankir, dosen, tukang bakso, operator mesin, dsb. Berbeda-beda, tetapi ada satu garis kesamaan dalam semua profesi itu, yaitu 'tanggung jawab'.
Minggu kemarin, kami wali murid baru saja melepas seorang guru TK yang sudah 10 tahun mengabdi di sekolah anak-anak kami. Pribadi yang menyenangkan, bertanggung jawab, selalu ceria meski sebenarnya sering juga diam-diam curhat tentang kondisi fisiknya yang sudah mudah lelah dan tak lagi lincah mengikuti gerakan anak didiknya. Penuh dedikasi, karena selama bertugas, kami tahu gaji yang diterimanya tak seberapa dibanding tugas yang harus dilaksanakan sepenuh hati. Tanpa dedikasi, tentu pekerjaan tak akan maksimal dikerjakan.
Dari sana saya belajar. Betapa pekerjaan kadang memang tak berbanding lurus dengan hak yang bisa kita terima. Tetapi apakah lantas itu bisa jadi pembenar bagi kita untuk tak maksimal dalam bekerja?
Tentu tidak. Kita sebut itu dedikasi. Tanggung jawab. Karena dari hal-hal yang tidak menyenangkan, dari hal-hal yang tidak sebanding dengan pengorbanan, dari situlah pribadi kita dinilai. Kemampuan kita diukur. Oleh siapa? Oleh diri kita sendiri. Bahwa apa saja pekerjaan itu, kita bisa taklukkan tanpa perlu embel-embel penghargaan, terimakasih, cari muka, pencitraan, dan segala hal yang bersifat 'kulit' dan sekedar berharap penilaian orang.
Melelahkan sekali hidup dalam bayang-bayang harus dinilai baik oleh orang lain kan? 😊


Dulu saya bekerja sebagai operator mesin, menjadi bagian dari rangkaian sebuah produk mentah diproses menjadi barang elektronik setengah jadi, untuk nantinya diproses lagi menuju produk jadi. Simple sebenarnya. Dalam 1 menit kira-kira saya bisa mengerjakan 5-10pcs produk. Tetapi disitu juga tanggung jawab saya dituntut. Untuk mengerjakan dengan baik dan benar sesuai prosedur. Agar apa? Agar produk itu bisa menuju proses selanjutnya, tanpa menjadi barang defect atau cacat, yang artinya harus mengulang proses. Meskipun tanpa pengawasan ekstra, tanggung jawab dalam diri yang 'mengawasi' saya. Bekerja bukan selalu untuk mengejar gaji, target, karir yang baik. Tetapi juga untuk menilai kemampuan diri sendiri. Dari sana, dari proses 'mahal' itulah kita bisa memperoleh hasil berharga juga. Mampu menghargai proses dan kerja keras. Hingga tak mudah 'Maido' (java term. – mencaci) apa saja pekerjaan dan kegiatan yang orang lain lakukan. Karena kita sadar bukan, bahwa rejeki itu urusan Tuhan. Bisa jadi gaji kita kecil, tak sebanding dengan dedikasi dan tanggung jawab tadi. Tapi selama kita percaya bahwa pekerjaan kita baik, benar, halal, tidak merugikan orang lain, semata-mata karena ingin memaksimalkan potensi diri dan untuk berproses menjadi pribadi yang lebih matang, kita yakin Tuhan sudah mempersiapkan yang kita butuh😉

Repost @caknunquotes

Jalani dengan maksimal. Tekuni hingga menjadi ahli. Niatkan untuk mempermudah urusan orang lain hingga Kasih Gusti akan selalu tertuju pada kita. Mungkin itu yang dimaksud dari pepatah 'bekerja adalah ibadah'
Pada akhirnya banyak yang bisa kita dapat dari bekerja. Dan tidak ada pekerjaan yang sia-sia, seremeh apapun tugasnya asal kita bisa memaknai dengan positif. Memanfaatkan waktu, mencari nafkah, memaksimalkan potensi diri, ajang silaturahmi dan bekerjasama dengan orang lain, serta melatih mental untuk berproses dalam hal apapun untuk meraih yang kita citakan. Hanya mie instant yang cara bikinnya simple tapi enak😂 selain itu, kita harus berjuang dan berproses, serta sabar.
Banyakin senyum hari ini. Minggu cerah. Semoga senin besok bisa bekerja dengan semangat. Ganbatte! 😘

Comments

Popular posts from this blog

this is how I disappear

1985

10