Investasi Diri

Bikin craft begini ini tidak menguntungkan secara materi. Dijual mahal orang akan mikir-mikir buat beli. Dijual murah, bikinnya njelimet bin ruwet, butuh sabar dan ketekunan luar biasa kan..
Dan yang pasti ketika kita buka harga, selalu akan ada orang yang tawar harga sampai titik terendah 😁😁



Jadi kenapa bikin?
Itu juga sih pertanyaan dari Kidung waktu dia ikut-ikutan gunting dan tempel.
"Kesel, buk. Gak dadi-dadi. Opo'o kok ibuk bikin iki, kesel ilo"
"Karena nanti kalau sudah jadi, rapi, baru terasa istimewanya. Bikin sesuatu sendiri, ditempel, dipajang. Tuh, aku bisa bikin begini. Kalaupun ga berhasil, belum rapi, ga sesuai ekspektasi, paling nggak kita sudah tau langkah-langkahnya. Apa yang perlu diperbaiki, dikurangi, ditambah. Next bikin lagi yang baru, yang lain. Sampai kita paham kekuatan dan keahlian kita dimana. Bikin yang terbaik di hal yang paling sesuai dengan kita."

Dan nak-kanak itu manggut-manggut. Entah paham atau ngantuk 😆

Bagi saya bebikinan DIY begini lebih terasa manfaatnya sebagai latihan mental. Sabar, tekun, telaten, kontrol emosi, kontrol mood. Karena dari kecil saya dikenal sebagai orang moody-an. Gampang nangis, gampang marah, gampang ketawa, dengan tiba-tiba. Kadang tanpa alasan 😅
Sejak dulu, dan makin parah setelah menikah lalu jadi ibu, saya punya masalah disitu. Ga sabaran, marah ga jelas, mudah frustasi. Sebagian orang bilang itu baby blues, karena ya gitu kan ngurus bayi kembar sendiri, ASI eksklusif 2 tahun tanpa bantuan sufor, efek mudah laper, tidur ga teratur bikin makin susah kontrol emosi. Dan seperti biasa, masalah dari orang-orang luar yang kadang-kadang terlalu saya bawa dalam ke hati. Kuping saya tajem, hati dalem, jadi gampang baper. Wkwkwk...



Ya mbuh sih. Tapi daripada mikir saya kena baby blues atau memang sedang depresi, hal pertama yang saya lakukan itu ambil waktu sebentar saat lagi senggang. Si baby tidur misalnya, saya mulai menggambar. Ambil kertas dan pensil. Menggambar binatang-binatang lucu sebisanya. Waktu itu saya inget menggambar sapi. Dua bulatan kecil dan besar. Kecil tentu saja untuk kepala. Besar untuk badannya. Persis gambarnya kidung kinan pas TK. Malah bagusan mereka di umur 5 tahun kemaren😅😅

Dan begitu terus, setiap ada waktu saya nggambar. Sapi, burung hantu, kelinci, pohon. Kadang saya gunting. Tempel di kardus bekas, tambahi foto anak-anak. Pas punya uang, beli krayon, pensil warna. Gambar lagi sekarang ditambah mewarnai.
Saya inget, ada kesempatan ke togamas waktu itu. Boyong dua bayi motoran. Ketemu pernak-pernik craft macam flanel dan kawan-kawannya. Saya beli beberapa, belum kepikiran buat apa. Kumpulin aja.

Trus pernah silaturahmi ke teman lama, udah kaya saudara yang kebetulan jualan gantungan kunci dan aneka aksesoris dari flanel. Dulu pernah bantu jualin amplop lebaran. Beli juga celengan yang masih ada sampai sekarang. Dari situ bongkar-bongkar lagi gambar dan pola-pola hewan dulu. Sambil mikir kalo diaplikasikan ke flanel lucu juga. Dan mulailah umek juga dengan flanel saat itu.

Kebetulan waktu itu juga mulai usaha kateringan. Lumayan bagus prospeknya.. jadi makin sibuk, dan aktif lagi medsosan buat bantu pemasaran. Karena sejak hamil kidkin sempet vakum lama, sesekali saja upload foto kidkin pas bayi. Begitulah, entah gimana ngaturnya. Ngurus kidkin, ngatur kateringan, sesempatnya waktu bikin DIY2an dari frame foto, kotak pensil sampe tas. Ga kepikiran dijual. Karena hasilnya juga belum sempurna, dan hanya pake bahan seadanya. Ngerjain juga sesempatnya 😅

Sampai akhirnya, banyak hal terjadi.. hingga katering harus vakum dulu. KidKin mulai sekolah. Pindah dan pisah rumah. Masalah rumah tangga. Bapak ganti pekerjaan. Banyak hal yang harus dipikir barengan.

Saat itu, adalah masa saya menarik diri dari pergaulan. Lebih nyaman di dalam kamar. Satu-satunya hal yang masih rutin saya lakukan ya menggambar, nulis ngisi blog yang vakum lama.
Mungkin ada yang ingat beberapa waktu itu mulai mengupload gambar-gambar, sketsa, kadang disertai tulisan ga jelas, atau lirik lagu di medsos. Lalu ada orang yang mengingatkan, bahwa menggambar wajah itu dosa. Menyerupai ciptaan Allah katanya. Kaget sih. Bukannya apa-apa. Kalau satu-satunya kegiatan yang membuat saya merasa bersyukur bisa mengerjakannya harus dihentikan juga, saya mau apa lagi?
Dijawab, ikut kajian. Hatimu kering. Kurang tilawah..
Duh, Gusti...
Mungkin bener ya. Ada benernya. Karena katanya ga pernah tahu saya ngaji atau tilawah dan sebagainya. Tapi siapa sih yang mau dengan sengaja pamer sedang sholat malam, atau merekam dirinya lagi tilawah, kecuali orang2 yang tugasnya begitu untuk kepentingan dakwah, di media sosialnya?





Maafkan saya kalau saran beliau untuk saya hari itu tidak saya penuhi. Malah ketagihan menggambar, semakin sering dan semakin niat. Nular juga ke anak-anak. Bagi saya yang mungkin memang kurang ilmu agamanya ini, menggambar bukan sama sekali saya maksudkan untuk 'menantang' Gusti Allah. Lha saya ini siapa, ilmu juga dariNya. Saya lakukan ya semata karena saya senang. Banyak hal baik yang terjadi setelah saya rutin ngegambar. Banyak hasil baik yang saya dapat. Selain lebih bisa kontrol emosi, efek ke anak-anak itu yang paling penting.

Pencapaian diri sendiri, yang berimbas positif pada orang-orang yang kita sayang, tentu jadi hal yang harus disyukuri.

Saya termasuk orang yang beruntung. Banyak hal terjadi seperti roller coaster, tetapi banyak jalan juga ditunjukkan buat saya, untuk bisa memaknai hidup, memanfaatkan ilmu dan waktu ke hal-hal positif. Crafting, menggambar, menulis, adalah salah satu cara yang ditunjukkan Gusti Allah buat saya. Dan sampai nanti badan ini ga sanggup lagi ngerjainnya, mungkin baru saya berhenti.

Ada cuplikan tulisan yang saya baca di postingan salah seorang womenpreneur, inpirasi saya.

Bahwa banyak orang sibuk investasi uang dan kekayaan, tetapi lupa bahwa investasi mental itu juga harus. Menyediakan waktu untuk melakukan hal yang membuat rileks itu perlu, terutama bagi ibu. Some said itu #metime. Some said itu #passion. Saya bilang itu investasi diri, untuk jadi lebih kokoh, percaya pada diri sendiri.
Anak-anak tak mungkin bahagia dan menemukan fitrah dirinya dari ibu yang tidak percaya diri, dari ibu yang oleng. Hari ini saya bisa pastikan PD saya bertumpuk, bahwa anak-anak hadir, ya karena Gusti Allah sudah percaya pada kami untuk ngerumat mereka.

Menjadi orangtua, susahnya bukan pada mencari nafkah buat anak. Susahnya adalah harus punya mindfulness untuk hidup dirinya dan keluarganya. Paham apa yang harus dilakukan, tenang, tidak gelisah, hingga mampu memahami apa kebutuhan anak, jiwa dan raganya.

Menuju 9 tahun pernikahan, 7 tahun menjadi orangtua, saya baru punya rasa percaya diri menjadi ibu di tahun-tahun terakhir ini. Saya temukan itu lewat crafting, lewat menulis, lewat menggambar. Karena itu saya tak pernah menganggap remeh ketiganya. Sekalipun belum menguntungkan secara materi. Karena dari sana saya belajar sabar, tekun, memahami diri sendiri, belajar dari kesalahan, mengulang dengan cara berbeda, menjadi lebih ahli setiap waktu...

Dan itu karena kasihMu, Gusti.. maturnuwun dan terus bimbing kami jadi orangtua serupa yang Engkau pinta ☺️
Semua hal itu, terasa lebih penting kan dari sekedar 'laku dijual'. Mungkin nanti, sebentar lagi saat saya sudah jauh lebih settle☺️
.
.
#resolusi2020 #beingmom




Popular posts from this blog

this is how I disappear

gerhana matahari

Ndleming