Sebuah Jawaban
Bagaimana jika kutitipkan saja kamu pada langit
Yang gulungan awannya sanggup menaungimu dari teriknya mentari
Bagaimana jika kutitipkan kamu pada kemegahan laut
Yang memiliki air sedalam dan seluas pikiran yang tak mungkin bisa kita jangkau
Bagaimana jika kutitipkan kamu pada pepohonan
Yang rindang daunnya, kokoh batangnya, meneduhkanmu dari penatnya angan dan harapan
Bagaimana jika kutitipkan saja kamu pada angin
Yang semilir atau gemuruhnya membawa aroma baru bagi rasamu
Karena harimu terlalu berat, kurasa...
Menantiku yang berulangkali tegas berkata :
"Jangan menungguku. Atau menarikku dengan iming iming harapan. Aku sedang berada pada indahnya penantian. Dan akan aku teruskan. Pulanglah kamu. Jangan siakan waktu."
"Untuk apa, Nay?" Tanyamu pasrah
"Adakah lagi hal yang lebih menarik dibanding penantian samudera akan aliran sungai? Aku muara aliran itu. Itu takdirku. Meski begitu keruh dan anyir. Sungai yang terluka karena selalu menampung sampah dari kota yang sibuk memoles diri.
Tak apa. Aku muara aliran itu. Itu takdirku. Dan akan selalu begitu. Aku yang akan mengikis sampah atau bebatuan. Bahkan pipis para ikan. Aku muara aliran itu. Dan akan selalu begitu. Apa itu begitu sulit dipahami?" Jelasku panjang dan lebar
Tapi kamu tetap disana. Seakan semua kata-kataku tak punya makna. Seandainya kamu tahu, bahwa kata-kataku bukan harapan semu. Kata-kataku hanya sanggup kuucap karena aku tahu pasti, hatiku tak mungkin bisa terpisah dari tempat ini.
Pulanglah. Ke pulaumu yang mungil di kaki merapi. Bukankah sering kamu mengingau dalam tidurmu yang penuh mimpi. Igauan untuk #rindupulang.
Tanpaku tentu saja, yang masih terus akan memandang. Dari jarak ternyaman hingga bisa kamu pahami takdirku perlahan.
Disini takdirku. Dan akan selalu begitu..
Comments
Post a Comment