Shiva dan Ladusing



Saat masalah datang, ga jarang kita mengucap 'enak jaman cilik, ga eruh susah opo-opo. Eruhe seneng dolen, njajan'


Yang kita lupa, dari sebelum lahir kita sudah 'diajak' berjuang. Dari di kandungan, janin mempertahankan diri dari segala kemungkinan yang membahayakan. Kemudian lahir dan perjuangan bertambah berat. Berjuang hidup dengan menangis keras-keras. Bukankah bayi yang lahir tanpa tangisan pertanda ada hal kurang baik padanya?


Dan begitulah seterusnya. Masa-masa kita belajar tanpa henti. Mengoceh hingga lancar bicara, merangkak hingga lancar berlari, menangis hingga akhirnya paham memilah-milah emosi dan rasa. Kita belajar beruntun nonstop 24 jam, tanpa keluh. Malah gembira dan tertawa. Dengan bantuan ayah ibu dan orang sekitar yang ikut gembira melihat 'perjuangan' kita. Semakin gede, kita malah rajin belajar dan berjuang. Mulai tak lagi berpusat pada diri sendiri. Mulai bertanya kenapa sering dimarahi, kenapa hal-hal kecil seringkali membuat orang dewasa marah, kenapa ayah ibu bertengkar, kenapa ada orang yang ngambil tiga gorengan bayar cuma satu 🤭

Itu aneh tapi nyata. Kelak kamu akan tahu lebih banyak orang yang kerja dibayar untuk melayani kebutuhan orang banyak, tapi diambil keuntungannya untuk diri sendiri. Ada. Jangan nggumun dulu.


Lalu kita lanjut belajar tentang hal sekitar. Hal-hal diluar kita. Mulai ada teman, ada saudara jauh, tetangga, dll dalam cerita hidup kita. Kita mengamati sembari belajar berinteraksi sosial. Bahwa misalnya jam 11 malam kita teriak-teriak di depan rumah karena tes suara, jangan heran ada tetangga yang nyiram air ke mukamu. Atau mereka keluar dengan wajah setengah ngantuk setengah serem, mirip tokoh antagonis di sinetron favoritmu. Kadang berubah ijo kayak hulk. Itu artinya kita tak bisa melanggar hak orang lain hanya karena kita senang. 

Dalam kehidupan sosial, ada kebebasan yang dibatasi hak orang lain juga. Meskipun nanti kamu akan tahu ada orang punya mobil tapi parkir di jalan umum, bikin macet saat jalanan penuh, bikin sepeda dan pengguna jalan susah belok di tikungan. Ada. Tapi gausah disiram. Ga perlu juga mobil dibaret pake kayu. Ban dikempesin. Ga perlu buang tenaga dan emosi untuk hal-hal begitu. Kesalahan orang lain tidak lantas membuat kita merasa benar dan berhak sewenang-wenang. Karena itu melahirkan dendam. Lingkaran setan yang ga akan usai. Begitu kata Mas Pandji si komika yang tiket stand up shownya jutaan rupiah itu.


Ada jalan keluar bernama komunikasi. Ada sistem sosial yang kita bangun, dari RT, RW hingga ke presiden. Bisa dimusyawarahkan, dicari solusi bersama. Kalaupun itu tak membuahkan solusi tapi hanya ada double tape, ehh, kebuntuan, alias jalan ditempat. Ya sudah, mari hidup berdampingan dengan tetangga random itu. Ga saling menyapa tak apa, cukup bicara seperlunya. Tapi kalo diundang hajatan yo datang aja. Lumayan kan berkatan nasi ayam bisa jadi penolong di tanggal tua. Ga perlu gengsi 😁


Dewasa ini saya belajar juga bahwa hidup sosial memang begitu. Kadang ngambekan, kadang curhatan, kadang tantrum ga jelas gegara sampah melewati batas rumah, kadang petan-petanan, kadang urunan beli cilok dimakan bareng-bareng. Bertetangga juga punya dinamika, mirip hubungan pasangan juga. Jangan lupa berikan ruang kesalahan buat mereka, sama seperti ruang salah untuk diri sendiri. Supaya jika sesekali tetangga atau kita melakukan salah, ga gampang ngamuk, atau depresi saking mikir terlalu dalam kaya sumurku.


Belajar nyatanya bukan hanya masa sekolah. Dari janin hingga nanti ke liang lahat kita nonstop belajar. Memahami diri sendiri, orang lain, bertahan hidup, menyelesaikan masalah, berinteraksi sosial, mengejar cita-cita, mencukupi kebutuhan hidup, mengontrol emosi, dll. Semua hal itu butuh tenaga besar, butuh mental baja. Yang kalau tidak diimbangi dengan hati yang tenang, keyakinan pada Gusti Yang Maha Kuasa, tentu akan oleng seperti kapal titanic. Tenggelam hanya karena menabrak gunung es sebaik dan sedetil apapun desainnya. 

Jadi hari ini, kamu dan aku yang sedang oleng, sedang tidak baik-baik saja. Yang bingung mau curhat kesiapa karena sebelum cerita panjang lebar sang teman sudah bilang 'mending kamu, lha aku tambah abot......' 

Sini, kuatkan lagi genggaman tanganmu. Berdoa dan percaya bahwa segala masalah sudah disiapkan solusinya. Bersama kesulitan datanglah kemudahan. Ada ayatnya, boleh dicari. Jaminan mana yang mbleset kalo yang berfirman Allah yang menguasai semua hal?

Mungkin kita sedang disuruh belajar sabar lagi karena ujian kemarin kita gagal, mungkin kita sedang diminta merayu semanja-manjanya ke Sang Pencipta. Bisa jadi kita sedang masa tunggu untuk karunia yang lebih besar didepan. Atau kita sedang diuji agar tahu, begini rasanya jadi orang yang tak punya daya, sementara kemarin saat berjaya, kita lupa dan mengolok orang yang sedang butuh pertolongan kita.


Inget-inget lagi sebentar, kita pernah jadi firaun gak, pamer doang amal lupa, pernah jadi orang dalam cerita sahabat Nabi yang rajin sholat saat susah, begitu dikasih ternak yang berlimpah, mulai kendor ibadahnya. Mungkin kita pernah jadi orang jahil yang sukanya usil aja ke orang lain kalo lagi dikasih kesusahan, misal kirim-kirim WA minta kirimin pulsa atau telpon palsu bilang lagi di kantor polisi, lagi operasi di rumah sakit, lagi kena kasus narkoba, lagi ngurus barang yang ditahan bea cukai dan butuh biaya tambahan. Wah, modus orang banyak banget kalo lagi usil. 


Kalo pernah kaya gitu, terus sekarang dikasih kesulitan kita koar-koar, kasian yang denger dong, kakak... 

Jalani saja, hadapi saja, mungkin bisa jadi penebus kesalahan kan. Siapa tahu dapat diskon timbangan amal buruk. Tak ada satupun dari kita yang bisa menebak, takdir bagaimana yang harus dijalani. Peran apa yang harus kita mainkan hari ini. Skenario seperti apa besok. Kita hanya bisa menjalani, mensyukuri bahwa dibalik banyak salah, masih ada kesempatan meleburnya, menebusnya lewat ujian-ujian yang datang. Bahwa dibalik beratnya beban, masih ada banyak giveaway alias rejeki tak terduga yang menyapa. Teman baru yang hobi banget bikin ketawa, pembeli yang tetiba transfer dilebihin, anak-anak yang pulang-pulang bawa piala, ada juga sembako dari pak rt, rw, pak lurah, camat, hingga presiden yang biasanya dirapel 3-6bulan sekali, uang tiban dari tetangga super tajir yang lagi pingin aja bagi angpao misalnya, atau, atau nih, anak dan pasangan yang mau bagi-bagi tugas rumah buat ringanin emak. Ya kan rejeki ga selalu harus punya nominal ya kaan...😉🤗

Giveaway berupa anak-anak anteng penyejuk hati kaya AC yang nemenin emak buat nerjang badai tagihan paylater, rejeki banget itu kan. Coba kalo anaknya juga kaya shiva, yang hobinya cari masalah sama orang dewasa cuma biar ga dipanggil 'anak kecil' padahal sudah ada pak Ladusing. Kan ga enak banget. Kasian pak Ladusing jadi gabut 😆

Weslah, sekian ceramah pagi ini. Hasil pemikiran random buat ngisi blog yang vakum lagi gegara sibuk dagang. Lagi, ini buat pengingat diri sendiri, yang udah makin pikun, dan sebagai self therapy saja, bukan bermaksud menggurui dan sok asik. Tapi tak apa juga sih kalo ada yang mikirnya begitu. Kita ga punya kuasa untuk menentukan persepsi orang kan 😁


Ditulis September di ruang tunggu Lab kateterisasi jantung RS UMM, daripada dag dig dug sendiri liat pasien dan perawat seliweran dengan cerita sakit dan tugas masing-masing, diposting dan edit Tengah Oktober saat lagi deras-derasnya tagihan 🤑

.

Ttd,

Emak 2 anak





Comments

Popular posts from this blog

this is how I disappear

gerhana matahari

Ndleming