220.411

 


Seperti perjalanan kereta api, kita penumpang yang tergesa-gesa saking gembiranya punya kesempatan naik kereta. Membayangkan perjalanan indah di sekitar sawah, ladang, sungai, jembatan, ditemani suara alam dan deru lonceng kereta yang melengking tajam. Kita membayangkan perjalanan penuh keseruan, selalu bersama dan tertawa. Kita membayangkan, betapa kita akan mudah merancang banyak hal dalam perjalanan kereta dengan bahagia. Hingga kelak kita tiba di stasiun tujuan, bersama-sama.


Di stasiun aku meloncat gembira, mendengar peluit panjang pertanda kereta datang. Begitupun kamu. Erat memegang tiket dan rencana-rencana seru dalam travel bag. Kita berpikiran sama, idealisme yang sama, bahwa hidup sekali, mari jalani bersama orang yang tepat dan satu-satunya.


Lalu kereta berjalan, satu demi satu stasiun terlewati. Kita mulai merasa lelah tertawa. Kita mulai sibuk ngemil sambil mendengarkan musik sendiri-sendiri. Kamu sibuk membaca buku dan menulis pikiranmu sendiri. Aku sibuk menata rencana ini itu sambil ngomel sepanjang waktu. Hingga abai pada indahnya kelokan sungai, hamparan sawah, apalagi suara alam yang dulu sangat kita puja.


Terus melaju stasiun demi stasiun. Kita agaknya mulai bosan. Mulai bertengkar untuk urusan remeh temeh. Mulai berpikir ngobrol dengan orang lain. Mulai sibuk dalam pikiran masing-masing. Dan itu menjadi-jadi saat perjalanan kereta belum mencapai separuh tujuan.
Kita bertengkar hebat. Sibuk menuding aku benar kamu salah. Sibuk berdebat harusnya begini yang begitu salah. Saling bersuara lebih lantang bahwa kamu yang merusak perjalanan, bukan aku. Kita beragumen, bahkan dalam diam sekalipun. Lupa pada tujuan awal di stasiun pertama. Lompatan bahagia dan rencana-rencana indah yang kita susun berdua.


Hingga kereta berhenti tiba-tiba. Entah di stasiun mana. Seperti memberikan pilihan untuk kita berhenti, turun, atau melanjutkan perjalanan dalam kereta yang sama.

 
Lalu hanya sunyi yang terasa. Di stasiun tak bernama yang sekitarnya penuh alang-alang dan kolam pematang sawah tak terawat.
Berhenti disini, atau tetap duduk di kereta yang sama. Begitu penuh pikiranku tentang ini dan itu. Tentang tidak ingin memaksa, atau harusnya bagaimana. Dan mungkin kamupun begitu. Tapi nyatanya sejauh itu pikiran melayang, kita tetap duduk di kereta yang sama. Seperti terpaku. Hingga kereta perlahan mulai berjalan.


Dan kita merasa semua hal tak sama lagi. Kita tersadar bahwa bukan ini yang kita cari. Kita sadar sudah melenceng jauh dari tujuan awal di stasiun.
Kita terdiam. Dan begitu saja semua terjadi. Kita mulai rajin mengamati orang lain, mendengar cerita perjalanan mereka, mulai mengubah sudut pandang dan melebarkan ego. Bahwa ada tujuan besar yang jauh dari kata tercapai. Bahwa berhenti bukanlah jalan keluar.

 
Cara Gusti Allah mengatur hidup memang unik. Kadang lucu sekali hingga terpingkal kita dibuatnya. Lucu, sungguh nyatanya kita jelas tak berdaya mengatur ataupun melawan takdir. Kita hanya bisa menjalani apa yang sudah digariskan. Mengubah sudut pandang sedikit-sedikit agar lebih nyaman perjalanan panjang ini. Bahwa jika ada hal yang tidak sesuai rencana, bisa jadi karena kita yang belum memahami tujuan besarnya. Belum tahu kebaikan di baliknya.
Dan waktu membawa kita duduk bersebelahan lagi, sambil menunggu kopi datang. Kita sepakat bahwa, jika hari mulai merumit, benang mulai kusut, yang perlu kita lakukan hanya duduk, memperbaiki nafas dan ngopi. Kamu, kopi hitam dan sebatan rokokmu. Aku, white coffee dan game redecor yang baru kusadari satu-satunya game yang konsisten kumainkan. Sudah, begitu saja dulu. Nanti akan meluncur obrolan-obrolan. Dari serius sampe recehan. Dari debat sampe meringis.
Dan tanpa sadar...

 
12 tahun, terlihat kita penuh tempelan solasi dimana-mana. Saling merekatkan meski tak sempurna.
Tapi aku selalu yakin, kamu baik, aku baik, dan kita berdua disatukan dalam kebaikan, dengan restu Gusti Allah seperti doa yang terlantun di awal pernikahan kita😊

بَارَكَ اللَّهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ

“Semoga Allah memberi keberkahan kepadamu dan atasmu serta mengumpulkan kamu berdua dalam kebaikan.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi)
Jika kumpulnya kita berdua tidak baik, maka sejak lama kita akan dipisahkan. Jika kumpulnya kita tidak membawa kebaikan, mana pantas kita disebut manusia beriman yang diuji dengan masalah rumah tangga lalu menyerah?

 
Dengan segala pendewasaan masing-masing saat ujian dan masalah datang, mari jatuh cinta berkali-kali, pada orang yang sama. Karena cinta juga tumbuh sejalan dengan pemahaman yang kita kumpulkan dari pengalaman tiap harinya. Mau terbalas atau tidak, kita selalu yakin ini jalan yang baik, yang harus diperjuangkan sesusah apapun rintangan di depan.

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

Ya muqollibal quluub tsabbit qolbi ‘alaa diinik

Artinya: "Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu"

Comments

Popular posts from this blog

this is how I disappear

gerhana matahari

Ndleming