Wailaa robbika farghob



Kematian itu adalah guru terbaik, begitu yang aku dengar hari itu di acara pemakaman seorang saudara. Bertahun setelahnya baru rasanya bisa aku pahami. Setelah mengalami orang-orang terdekat meninggal lebih dulu, dengan segala kisahnya. 

Belakangan juga makin intens melayat orang meninggal. Menjadi makin yakin bahwa hidup, seburuk apapun yang kamu pikirkan, adalah anugerah terbaik dari Gusti Allah untuk menunjukkan betapa usahamu sebagai hamba diiuji dengan kepasrahan setinggi-tingginya. 

Bahwa status hamba adalah orang yang menjalani tugas, tanggung jawab, bahkan haknya, dengan kesadaran penuh untuk berpasrah pada tuannya. Tanpa kuasa sang tuan, kita tak bisa apa-apa, dan bukan siapa-siapa. 

Kesombongan yang ditunjukkan almarhum/almarhumah semasa hidup misalnya, secara nyata tampak di depan orang yang masih hidup, hanya menambah masalah bukannya membantu proses pemakaman. Karena kita bukan siapa-siapa. Apa yang disombongkan meski hakikatnya kita adalah pejabat, menteri, ketua rw, modin, lurah, menantu, mertua, orangtua sekalipun. 

Kita tak pernah tahu dengan pasti siapa yang kelak memandikan jasad kita. Siapa yang mensholati. Siapa yang mendoakan. Apakah anak yang kita banggakan sundul langit? Atau justru orang yang kita hina dan remehkan semasa hidup. Padahal kita belajar, penghormatan terakhir dalam hidup adalah prosesi pemakaman, dari mandi jenazah, sholat, hingga penguburan dan doa-doanya. 

Siapa orang-orang yang dengan haru menceritakan kebaikan jenazah, alih-alih keburukannya. Apakah bos yang kita layani setiap hari mengalahkan ketaatan pada orang tua? Atau justru tetangga yang hanya kita beri satu kali tetapi bersyukur setiap hari? 

We never know.. 

Dan hal-hal itulah yang kami alami. Salah satunya kebaikan almarhumah mbah yang meninggal puluhan tahun lalu masih bisa terasa di anak-anak saat bertemu teman mbah atau orang yang mengenal beliau. Ketulusan mama dan ibu mertua mengajar ngaji, takliman, dan segala baiknya masih sering terdengar kala bertemu teman-teman beliau. Bagaimana, orang yang meninggalpun masih bisa membawa efek buruk/baik bagi anak cucunya. Bukankah itu pelajaran hidup yang bisa kita ambil dari kematian? 

Bahwa hidup adalah wujud syukur terbesar sebagai hamba, meskipun bukan hidup macam ini yang ideal menurutmu. 

Kita tahu apa tentang hidup dan mati? Kita hanya tahu dan diajarkan untuk menjalani sepenuh hati berdasar iman, percaya. Bahwa ada kekuasaan tanpa batas yang mengatur ini semua. Lalu berpasrah bahwa susah dan senang dalam hidup sudah diatur sesuai porsi dan kemampuan. Menjalani, bersyukur dan bersaksi tentang Allah yang Esa, dan keberadaan Rasulullah SAW sebagai pemimpin kita. Fainna maal usri yusro, inna maal usri yusro.. 

Setiap hari adalah perayaan. Wujud rasa syukur atas segala hal yang terjadi. Mau kehilangan atau mendapatkan sesuatu, mau perpisahan atau pertemuan, mau perasaan sedih atau senang, semua layak untuk dirayakan. Dijalani sepenuh hati untuk kemudian dijaga baik-baik dalam ingatan. Bahwa hamba yang baik, adalah hamba yang menghargai setiap pemberian Rabbnya dengan sebaik-baiknya, tanpa perlu rewel bertanya bahkan mengeluh bahwa bukan ini yang aku butuh. Karena kedepan jalan yang kita tuju bisa jadi makin terjal. Faidza faroghtafansob.. 

Dan begitulah kami akhirnya belajar menghargai apa saja yang hari ini dititipkan untuk kami. Karena kami sadar, kelak saat harus berpisah, atau kehilangan sesuatu, tak mungkin momen-momen itu akan terulang. Penyesalan terasa sangat menyakitkan. Karena itulah kami belajar merayakan setiap hari dengan syukur. Hari dimana Gusti Allah menitipkan banyak berkahNya untuk kami jaga, kami rawat, sekaligus bisa jadi Gusti Allah sedang menguji seberapa jauh rasa percaya kami padaNya, seberapa bisa disebut sebagai umat akhir zaman yang mengikuti Nabi Muhammad, Nabi terakhir yang begitu manusiawi. Wa ilaa robbika farghob... 


Still learning, counting... 


بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

اَلَمۡ نَشۡرَحۡ لَـكَ صَدۡرَكَۙ

1. Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (Muhammad)?


وَوَضَعۡنَا عَنۡكَ وِزۡرَكَۙ

2. dan Kami pun telah menurunkan bebanmu darimu,


الَّذِىۡۤ اَنۡقَضَ ظَهۡرَكَۙ‏

3. yang memberatkan punggungmu,


وَرَفَعۡنَا لَـكَ ذِكۡرَكَؕ

4. dan Kami tinggikan sebutan (nama)mu bagimu.


فَاِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ يُسۡرًا

5. Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan


اِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ يُسۡرًا ؕ‏

6. sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan.


فَاِذَا فَرَغۡتَ فَانۡصَبۡۙ

7. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain),


وَاِلٰى رَبِّكَ فَارْغَبْ

8. dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.


QS. Al-Insyirah~Melapangkan (94) : 1-8

Comments

Popular posts from this blog

this is how I disappear

gerhana matahari

Ndleming