Penampilan
Suatu pagi, berpakaian rapi dan bawa seabrek berkas kesehatan bapak, jadwalnya kontrol ke dokter jantung. Nunggu angkot depan gang, ada tetangga tanya "Sampean saiki ngajar dimana? "
"Oalah, mboten. Kajenge ten Rumah sakit, pak" Jawab saya dalam bahasa jawa kromo amburadul.
Dalam hati mbatin, apa terlalu berlebihan ya pakaiannya. Padahal hanya pakai kemeja putih, celana denim, kaos kaki, sandal baim 20ribuan dan berhijab seperti biasanya saja.
Sampai RS, melewati pak cleaning service yang lagi bebersih dan otomatis mbungkuk sambil bilang "nuwun sewu"
Bapaknya balas menjawab, "monggo Dok" Otomatis bikin saya noleh dan nahan ketawa.
Singkat cerita, balik pulang karena dokternya absen. Bablas menuju pasar sekalian belanja dan order barang untuk di kantin sekolah. Pas belanja di tempat langganan, dipanggil 'ibu' dan bicara bahasa kromoan.
"Lapoe mbak samean boso nang aku" Kata saya
Si mbak kaget, otomatis noleh dan nepuk pundak saya sambil tertawa
"Lha tak kiro sopo kok rapi men"
"Pejabat iki kate kampanye" Jawab saya guyon
Hal-hal begini sebenarnya bukan sekali dua kali. Sampai kepikiran mosok yo wajahku berubah sedrastis itu hingga tidak dikenali sebagai saya yang ibuknya Kidung Kinanthi ini.
Bikin ingat bertahun-tahun lalu saat KidKin bayi. Tapi ini kebalikannya. Dimana waktu itu sisiran saja gak pernah sempat, baju seadanya, senyamannya sebagai busui, muka ahh embohlah sampai sering dikira saya ini pengasuhnya KidKin, bukan ibunya 🤣
Sering dikira rewangnya mertua, bukan mantu 🙊
Begitupun waktu saya dan suami sedang ada pekerjaan menghias stand di salah satu hotel di surabaya. Dicegat satpam dan tidak diijinkan masuk karena penampilan kami yang 'aduhai'
Sandal jepit, jins lusuh dengan lutut berlubang, sweater yang entah pemakaian berapa kali😆
Di bandara pun begitu, sewaktu punya kesempatan pergi bareng Kai ke Banjarmasin. Pulang dari sana dibawakan Acil dan mama2 disana seabrek baju dan segala macamnya.
Wah malu sih kalau ingat moment itu. Rasanya kok memang kami yang abai terhadap diri sendiri. Tidak menghargai moment dan diri sendiri. Mungkin memang penampilan kami lusuh sekali, dan itu baru kami sadari belakangan saat lihat hasil fotonya.
Dulu mikirnya, orang-orang yang terlalu frontal memperlakukan kami dengan 'sadis'. Cuma mau lihat penampilan luar, tidak adil sejak dalam pikiran dan seenaknya komentar. Marah tok isi otak kami pada orang-orang.
Sekarang baru kami sadari, setelah belajar banyak hal belakangan ini. Penampilan itu juga perlu diutamakan. Bukan agar orang lain memuji atau berkomentar begini begitu, tetapi lebih ke bagaimana kita menghargai diri sendiri, juga pada orang lain yang mengundang kita di sebuah acara misalnya. Menghargai moment yang bisa jadi hanya terjadi sekali seumur hidup.
Padahal ya kami tumbuh dalam keluarga yang cukup memperhatikan penampilan. Bapak ibuk saya orang yang sangat rewel soal baju, terutama saat dipakai keluar rumah. Harus rapi meski gak baru. Dikomentari dari rambut sampai kuku kaki. Baju harus disesuaikan acaranya, waktunya, warnanya.
Begitupun abah mertua. Bahkan diluangkan uang dan waktu buat beli baju saat ada moment penting.
Karena pelajaran itu, bisa jadi orang melihat kami berubah 180° hari ini dibanding 5-10 tahun yang lalu. Saat kami mulai menyisihkan dana untuk baju dsb. Tetapi toh perubahannya positif bagi kami. Di pekerjaan, bapaknya anak-anak terlihat lebih dihargai saat bekerja, lebih bisa menunjukkan kemampuannya dan percaya diri. Begitupun saya. Dari yang diusir satpam sampai dikira dokter saat ke RS, kadang dikira mau pergi jauh padahal cuma ke mall depan rumah, muter-muter saja menghabiskan waktu dan energinya KidKin 🤣
Penampilan, memang akan selalu mengundang komentar orang. Entah dicaci, dipuji, jadi kontroversi. Karena itu, niatannya bukan untuk tampil baik di depan orang lain, tapi tampil baik karena kami mensyukuri diri ini yang masih sehat, masih mampu dan dipercaya melakukan ini itu, dan menghargai diri sendiri sebagai wujud syukur juga pada Gusti Allah yang Maha Baik.
Kalau soal komentar, belakangan kami ikhlas saja dikomentari apapun, siapapun, bagaimanapun. Karena omongan orang tidak bisa kita jadikan standart hidup, dan tidak perlu membuktikan apapun juga pada orang lain. Hidup kita yang pegang kendali, capek dong kalau omongan orang kita ikuti.
Toh kami sudah membuktikan sendiri. Kami, orang yang sama, yang dulu diabaikan, bertahun kemudian memperbaiki penampilan, juga cara bicara, sekarang disapa dengan ramahnya oleh orang yang dulu mengabaikan. Then what? Konyol lah kalau berubah hanya untuk mendapat sanjungan orang.
Berubahlah bukan untuk menjadi lebih dibanding orang lain, tetapi lebih baik dari dirimu yang kemarin
Begitu quote no name yang saya pegang baik-baik. Bahwa hidup bukan perlombaan. Bahwa orang bisa saja memandang kita dari sudut manapun yang mereka mau. Secapeknya kita memberi penjelasan, orang tetap memandang kita dengan cara mereka sendiri. Jadi mau baik, ya lakukan saja. Pas buruk, minta maaf dan perbaiki. Hari demi hari, tanpa sadar kita akan berubah jadi pribadi baru yang lebih baik. Sesuai umur yang menua tanpa kita minta.
Jadi kamu, yang punya pengalaman sama pernah diremehkan orang lain. Never mind! Cari kelebihanmu dan sibuklah mengembangkan diri. Karena itu satu-satunya cara masa depanmu berubah, in a good way. Itu wujud syukurmu pada Gusti Allah, dan kamu akan disayang olehNya melebihi yang bisa kamu bayangkan.. 🥰
Kamu, Nak. Kelak kamu baca ini. Jangan sebal pada kami yang rewel atur bajumu harus begini begitu. Rewel suruh mandi cuci rambut gosok gigi rutin. Ngotot ajari kamu setrika yang licin. Pakai skincare sesuai usiamu. Jangan berlebihan pun jangan seenakmu sendiri. Semata kami ingin kamu dihargai sesuai kemampuanmu. Supaya penampilanmu bisa mendukung bakat dan keahlianmu, bukan jadi penjegalnya.
Belajar yang rajin. Bukan hanya disekolah. Tetapi lebih saat kamu bersama kami di acara sosial, bareng keluarga besar, atau saat kamu memperhatikan orang yang menarik buatmu. Amati dan pelajari mereka 😉
Dari penampilan saja, kita bisa belajar banyak hal kan? 🤗
Comments
Post a Comment